Ketika
kami mulai dalam perjumpaan pribadi dengan Tuhan, berjalan dalam keintiman
dengan Bapa, maka satu hal yang Tuhan minta adalah menjadikan DIA sebagai pusat
segala-galanya dalam hidup kami dan tidak ada yang lain. Pada awalnya kami
masih belum tahu bagaimana hal itu dipraktekkan sehari-hari. Beberapa kali
Tuhan beri peringatan agar saya menngandalkan DIA sepenuhnya, tetapi saya tidak
bisa memahami apa yang dimaksudkan itu. Saya berpikir saya sudah mengandalkan
Tuhan, meskipun Tuhan berkata saya mengandalkan pekerjaan yang saya kerjakan
dengan susah-payah dan keuangan yang dihasilkan dari kerja keras tersebut. Kebodohan
saya membawa akibat yang mengerikan dalam kehidupan keluarga kami pada tahun
2006. Setiap usaha dan pekerjaan yang kami lakukan seketika mengalami
kemunduran dengan sangat cepat dan dalam hitungan bulan tabungan kami sudah
terkuras dan keluarga kami ada dalam kondisi keuangan yang memprihatinkan. Saat
itu anak pertama kami, Holy Rhema Soegiantoro, akan masuk Sekolah Dasar dan
kami berjuang keras untuk mendapatkan keringanan semaksimal mungkin. Pimpinan
sekolah menetapkan angka 3 juta sebagai batas terakhir yang harus kami pilih,
menyetujuinya atau mencari sekolah lain. Akhirnya saya menyetujuinya dengan
berat hati dan kami ajukan permintaan bahwa biaya itu akan kami bayar bukan
dalam tempo 3 bulan, tetapi kami angsur maksimal sebelum anak kami naik kelas 2
alias selama 1 tahun.
Kami
menyadari kesalahan itu dan minta belas kasihan Tuhan, namun jawaban Tuhan
tidak terjadi seketika itu. Proses bayar harga dan ujian harus kami lalui
selama 3 tahun dimana benar-benar kami harus memperhitungkan setiap kebutuhan
yang benar-benar mendesak, seluruh tabungan kami habis untuk hidup kami selama
itu. Tetapi kami tetap setia dan percaya bahwa Tuhan mampu memelihara kami.
Tuhan akhirnya membuat kami untuk belajar mengelola sendiri apotek kami tanpa
bantuan orang lain sehingga dari situlah kami bisa melihat besarnya berkat Tuhan
yang kami sia-siakan selama ini. Proses pemulihan terus berjalan dan
pelahan-lahan kami mulai dapat memperbaiki kehidupan kami meskipun belum
mencapai tahap optimal. Sejak ekonomi kami membaik, kami mulai berdoa untuk
kehidupan kami dipulihkan secara sempurna mengingat sampai saat itupun kami
belum dapat menabung untuk kedua anak kami. Saat itu juga kami mengajukan
keinginan kami untuk mengganti mobil kami dengan yang lebih baru serta
merenovasi apotek dan rumah kami. Saya sempat terlintas dalam hati keinginan
untuk sebuah mobil yang ternyata saya ketahui dalam sebuah pameran bahwa mobil
itu termasuk mobil mewah sehingga harganya sudah lebih dari 300 juta. Saya berusaha
mengubur keinginan itu karena saya tahu bahwa hal itu mustahil bagi keluarga
kami bagaimanapun caranya, termasuk kredit. Setelah itu saya mencoba
menghubungi beberapa kontraktor untuk renovasi apotek dan rumah kami. Kami
berusaha meminimalkan kebutuhan bagi apotek dan rumah kami, dengan harapan agar
biaya yang akan diberikan tidak terlalu tinggi. Akan tetapi setelah melihat
semua kontraktor yang mengajukan biaya renovasi selalu diatas 2,5 juta per m2
yang berarti bahwa renovasi ini yang paling minimal membutuhkan biaya 300juta.
Oleh sebab itu kami pun mundur teratur.
Selama
tahun-tahun kekelaman itulah, saat kami mengadakan mezbah keluarga setiap
malam, Tuhan selalu katakan bahwa kami akan diberikan berkat finansial yang
sangat besar. Sampai pada suatu malam, istri saya menyampaikan sebuah usulan
bagaimana jika nanti kami mendapatkan janji Tuhan itu, maka mobil kami akan
ditukar dengan mobil orangtua istri saya karena kondisinya sangat mengkhawatirkan
apalagi untuk dipakai pelayanan ke desa-desa setiap hari. Artinya mobil kami
yang kondisinya sangat istimewa akan diberikan kepada Tuhan melalui orangtua
istri saya, dan kemudian saya mendapatkan mobil mereka. Saya menyetujuinya dan malam
itu kami sekeluarga melakukan nazar di hadapan Tuhan.
Kami
pikir bahwa Tuhan akan melakukan sesuai skenario kami, yaitu setelah kami
mendapatkan berkat finansial yang Tuhan janjikan itu, lalu kami berikan mobil
kami, kemudian sebagai gantinya kami akan mendapat mobil mereka yang akan kami
jual dan kami belikan dengan mobil keinginan saya tersebut; lalu setelah itu
kami akan memulai renovasi apotek dan rumah kami. Tetapi ternyata Tuhan membuat
skenario yang berbeda. Tiba-tiba pada awal bulan April 2009 pagi-pagi hari kami
mendapat kabar bahwa orangtua kami mengalami kecelakaan di Jawa Barat. Mereka
berdua selamat, namun mobilnya terbalik masuk ke sawah dan kondisinya hancur
berantakan. Kami kaget mendengar berita itu dan kami berpikir bahwa skenario
yang telah kami buat tidak akan dapat kami jalankan kembali karena tidak ada
harapan untuk menjual mobil setelah hancur akibat kecelakaan dengan harga yang
pantas.
Beberapa
hari kemudian, Tuhan berbicara kepada mama saya dan mengingatkan tentang nazar
yang telah kami buat. Tetapi Tuhan inginkan kami untuk melakukan bagian kami
terlebih dahulu alias nazar itu dibalik skenarionya, yaitu kami harus menabur
dahulu sebelum mendapatkan tuaian janji Tuhan. Pada malam ini kami meminta
peneguhan atas apa yang Tuhan nyatakan dan dengan jelas Tuhan kembali nyatakan
bahwa DIA inginkan kami menyerahkan mobil kami satu-satunya kepada Tuhan. Pada
malam hari itulah kami sekeluarga sepakat, kalau kami harus menabur maka kami
yakin dan percaya bahwa kami akan menuai berlipat ganda. Meskipun kami belum
melihat pemulihan finansial keluarga kami, namun kami percaya dan kami tidak
mau kehilangan kesempatan itu.
Pada
hari kepulangan orangtua kami ke rumah, saya dan istri menjemput di bandara dan
mengantarkan mereka ke rumah sambil menyerahkan mobil kami beserta seluruh
kelengkapannya, STNK dan BPKB nya kepada mereka sambil mengatakan bahwa ini
nazar kami, meskipun skenarionya berbeda dari yang kami rencanakan, tetapi
Tuhan minta kami melakukan hal ini buat Tuhan melalui mereka. Mereka pun dengan
terharu bertanya bagaimana kami sekeluarga kalau mau bepergian, dan kami
katakan bahwa kami bisa naik motor atau bis jika perlu.
Selama
sebulan lebih, kami tidak memiliki mobil. Setiap kali bepergian, kami naik
motor, namun kami sekeluarga tetap bersukacita, bahkan anak-anak kami yang
masih kecil-kecil pun tidak protes atau mempertanyakan keputusan kami, malahan
mereka ikut menguatkan kami dengan sukacita dan kegembiraan mereka dalam
keadaan apapun. Sejak itu tiap malam saat mezbah keluarga, Tuhan mengungkapkan
hati-NYA yang senang melihat tindakan kami, karena DIA mengetahui bahwa kami
telah mampu mengelola setiap berkat yang dipercayakannya. Tuhan menegaskan
bahwa saat kami tahu bahwa semua berkat itu adalah berasal dari Tuhan yang
dipercayakan untuk kami kelola, maka saat Tuhan memintanya kembali, tidak akan
ada keraguan dan keberatan dari kami untuk melepaskannya.
Saat itulah penggenapan janji Tuhan mulai tergenapi dalam
hidup kami sekeluarga. Rumah yang sudah kami tawarkan untuk dijual maupun disewakan
selama 9 tahun, tiba-tiba dengan mudahnya langsung mendapatkan pembeli.
Demikian pula dengan rumah-rumah yang menjadi warisan dari mama saya langsung
terjual dalam waktu yang sangat singkat. Sehingga dalam waktu beberapa bulan
saja, berkat Tuhan yang luar biasa menjadi kenyataan dalam keluarga kami. Mobil
yang tidak dapat saya bayangkan dapat menjadi milik kami, bisa kami miliki
tanpa kami menjual mobil orangtua dari istri saya. Sedangkan renovasi rumah dan
apotek yang tidak kami bayangkan bisa menjadi seperti sekarang, akhirnya
menjadi kenyataan dalam kehidupan kami. Semuanya ini kami dapatkan bukan dengan
kredit, tetapi lunas terbayarkan sebab Tuhan yang menyediakan bagi kami.