Kamis, 14 Mei 2015

Tetap Percaya dan Tidak Goyah Hingga Janji Kesembuhan dari Tuhan itu Digenapi



Perkenalkan nama saya Yulia. Saya sangat mengucap syukur kepada Bapa yang sangat mengasihi saya, yang memberikan kemampuan dan kekuatan kepada saya untuk melewati segala sakit penyakit yang saya alami.

Akhir April 2013 kami sekeluarga pergi berlibur ke Malaysia dan sepulang dari Malaysia, saya merasakan badan saya sangat lemah dan pusing. Saat itu saya pikir itu cuma efek dari kelelahan. Hari-hari berlalu tubuh saya tetap lemah, pusing dan kadang demam. Saya tidak terlalu memperdulikan karena saya pikir cuma masuk angin biasa.

Setelah beberapa hari kemudian saat saya tidur saya sering mengalami sesak nafas dan nyeri di bagian dada kiri bagian atas. Kemudian suatu siang saya merasakan demam tinggi sampai mengigil, seluruh badan saya bergetar dengan sangat kencang, badan terasa kaku, bahkan sampai tidak bisa berdiri dan berbicara.  Malam harinya keadaan saya semakin parah, sesak nafas, demam, pusing, lemas, sakit diseluruh tubuh.

Saya tidak ingin merepotkan suami saya, jadi saya bertahan sendiri di atas tempat tidur, tapi karena sesak nafas saya terlalu parah, akhirnya suami saya terbangun. Kemudian saya diberi obat inhaler spray untuk melegakan nafas saya. Sampai kemudian suami saya harus memasang selang oksigen untuk membantu pernafasan saya.

Keesokan harinya keadaan saya semakin parah, akhirnya saya tidak bisa bangun dari tempat tidur karena seluruh tubuh saya sakit dan sangat lemas.  Suami saya mengajak saya ke rumah sakit untuk memeriksakan keadaan saya. Saat keluar rumah, saya mendapati seluruh tubuh saya bengkak dan berwarna kuning terutama bagian mata, telapak tangan, dan kaki. Setibanya di rumah sakit saya diperiksa laboratorium lengkap dan USG,tetapi hanya ditemukan banyak cairan tubuh di rongga perut dan dada sehingga menekan paru-paru. Ini yang mengakibatkan saya kesulitan bernafas. Namun setelah kami konsultasikan ke beberapa dokter di rumah sakit itu, semuanya tidak bisa menemukan apa penyakit saya. Tetapi karena kondisi saya sangat buruk, jadi dokter menyarankan harus segera opname untuk dilakukan observasi guna mencari penyebab sakit itu. Kami belum memberi keputusan, kami berdoa dulu untuk bertanya bagaimana kehendak Tuhan.

Ketika kami berdoa di ruang tunggu rumah sakit siang itu, Tuhan hanya berkata tidak usah mondok sebab Tuhan sendiri yang akan menyembuhkan saya. Kami imani janji Tuhan dan kemudian kami memutuskan untuk pulang. Dokter yang menangani saya mengatakan kepada suami saya untuk memikirkan ulang keputusan kami karena keadaan saya yang sudah sangat mengkhawatirkan apalagi resiko cairan yang bisa membuat saya tidak bisa bernafas.  Dokter berkata bahwa saya keadaan saya sangat parah dan sangat beresiko kalau tidak dalam pengawasan dokter yang intensif.

Akhirnya kami pulang dan hanya mempercayakan hidup saya kepada Tuhan. Harapan kami hanyalah iman bahwa Tuhan sanggup melakukan mujizat dan menyembuhkan saya. Kami percaya bahwa Tuhan adalah Allah yang setia yang tidak akan pernah lalai akan semua janjiNya. Hari demi hari terlewati tanpa ada tanda-tanda membaik. Sebaliknya keadaan saya semakin memburuk, sehingga saya hanya bisa berbaring lemas dengan dibantu oksigen untuk bernafas. Setiap 6-8 jam sekali saya minum obat demam dan penghilang sakit, sebab saya selalu kesakitan di seluruh tubuh dan jika sudah demam seringkali saya sampai menggigil tidak bisa mengendalikan tubuh saya lagi. Selang beberapa hari kemudian, perut saya mulai membesar seperti orang hamil 6 bulan.  Saya sangat menderita karena seluruh badan sakit, bahkan untuk bergerak, buang air besar/kecil saya harus menahan sakit. Saya hanya bisa berbaring, karena apabila saya berdiri/berjalan walaupun hanya beberapa langkah saja, maka badan saya langsung demam tinggi. Sehari 2x saya di cek lab untuk mengetahui perkembangan saya sebab lekosit saya sangat tinggi seperti gejala leukemia.

Setiap hari suami, ibu mertua, dan anak-anak dengan kasih dan kesabarannya selalu melayani saya, memberi makan, minum, memandikan, bahkan memijat badan saya karena saya selalu merasakan sakit di seluruh tubuh saya. Saya tidak bisa makan nasi ataupun bubur, bahkan sup pun tidak bisa sebab selalu saya muntahkan kembali. Saya hanya bisa makan beberapa butir buah anggur dalam sehari.

Setelah beberapa bulan tidak ada perubahan dalam kondisi tubuh saya, maka kami kembali bertanya kepada Tuhan, kami harus periksa ke dokter mana untuk mengetahui penyakit yang belum diketahui sampai saat itu. Tuhan jawab agar kami pergi ke dokter SpOG (spesialis kandungan) yang dulu pernah memeriksa saya. Setelah diperiksa, dokter itu berkata bahwa endometriosis sudah menyebar ke mana-mana sehingga menyebabkan infeksi. Juga ditemukan miom yang ukurannya 2,5 cm dan 5 cm, sehingga harus segera ditangani agar tidak menyebar ke ginjal, hati, dan organ-organ tubuh dalam rongga perut sebab bisa berakibat fatal. Saat suami saya menanyakan apakah itu yang menyebabkan sakit dan bengkak, dokter tidak bisa memastikannya sebab bisa jadi bukan hanya endometriosis saja penyebabnya dan tidak ada dokter yang bisa tahu sebelum perut saya dibuka.

Jadi dokter berkata bahwa jalan satu-satunya adalah operasi besar untuk membuka perut saya. Setelah dibuka baru akan diketahui penyakitnya disebabkan oleh apa dan baru akan dipanggilkan dokter yang ahli di bidang itu untuk menanganinya. Jadi operasinya akan melibatkan banyak dokter dari berbagai bidang keahlian karena penyakit saya tidak jelas penyebabnya dan karena resiko tinggi dari tindakan operasi yang akan saya alami. Dokter bertanya kepada saya, mengapa penyakit kok dibiarkan saja, karena riwayat endometriosis saya sudah terdeteksi 6 tahun yang lalu pada stadium 4 sehingga kondisinya saat ini sudah sangat parah dan harapan hidupnya sangat tipis dengan komplikasi yang ada. Saya hanya berkata bahwa kami percaya dan menanti mujizat Tuhan. Saat itu dokter mengejek saya dan mengatakan kalau ibu ingin makan nasi goreng, apakah hanya dengan menunggu dan berdoa maka nasi goreng akan turun dari langit? Kami hanya bisa tersenyum mendengar sindiran dari dokter.

Setelah kami mendengar vonis dari dokter itu, kami pun mendatangi 3 dokter kandungan lain yang “top” di Jogja. Semuanya mengatakan hal yang sama, bahkan salah seorang dokter seakan-akan tidak peduli sama sekali dengan kesakitan yang saya rasakan. Kami pun mulai berpikir untuk operasi, sebab siapa tahu Tuhan akan menyembuhkan lewat cara itu. Kami bertanya-tanya tentang keberhasilan operasi itu, tetapi tidak ada satu pun dokter yang bisa menjamin keberhasilan operasi itu, sebab penyakitnya pun belum diketahui sehingga dokter tidak bisa memastikan jenis penanganannya dan seberapa parah kondisinya. Dokter kandungan hanya bisa memberikan gambaran jika itu karena endometriosis dan miom saja tanpa komplikasi lain, tidak ada seorang dokter pun yang bisa menjamin saat dioperasi semua bintil-bintil endometriosis bisa dibersihkan tanpa tersisa. Konsekuensinya jika ada bintil endometriosis yang terlewatkan, maka pasti akan berkembang kembali dalam waktu singkat. Jadi operasi itu seperti judi saja, tidak ada dokter yang bisa memberi prosentase keberhasilannya.

Mendengar hal itu kami sempat syok dan putus asa. Kami pulang dengan hati sedih dan kemudian kami berdoa minta kekuatan dan tuntunan Tuhan. Tuhan berkata bahwa saya akan sembuh tanpa pertolongan dokter, karena Tuhan sendirilah yang aan menyembuhkan saya. Kami semua menangis dan mengimani kembali janji Tuhan, walaupun sepertinya mustahil. Kami percaya bahwa Tuhan adalah setia dan pertolongannya selalu tepat pada waktu-Nya.

Tiga bulan berlalu sejak dari vonis dokter itu, penyakit saya tidak kunjung sembuh bahkan semakin parah. Sekali lagi saya hampir putus asa dan sudah merelakan apabila Tuhan harus panggil saya di usia yang ke-35. Saya sudah merasa tidak mampu lagi untuk bertahan dengan penyakit ini, dan melihat kesedihan yang menyelimuti keluarga kami dan kelelahan mereka karena harus melayani saya setiap hari. Sebab saya tidak bisa melakukan apapun tanpa bantuan orang lain dan hanya bisa berbaring saja. Saya sangat bersyukur  memiliki keluarga yang begitu mengasihi dan mendukung saya, walaupun saya sangat merepotkan mereka.

Melihat keluarga yang begitu mengasihi saya, iman saya bangkit lagi dan saya mulai berusaha untuk bisa melakukan segala sesuatunya sendiri tanpa bantuan orang lain. Puji Tuhan, Dia beri saya kekuatan, sedikit demi sedikit saya mulai bisa bangkit dari tempat tidur, mandi sendiri, makan sendiri, ke toilet sendiri walaupun dengan usaha dan perjuangan yang berat. Lama kelamaan saya mulai bisa melakukan aktifitas untuk keperluan saya sendiri, meskipun harus sering beristirahat kembali. Aktifitas saya tidak bisa lebih dari 30 menit, setelah itu saya harus beristirahat lagi karena bila terlalu lama badan saya pasti demam lagi.

Setelah beberapa lama kemudian saya sudah bisa pergi ke pasar dengan pelan-pelan. Saat saya di pasar semua orang yang mengenal saya selalu bertanya-tanya melihat kondisi saya yang masih pucat, perut membesar, kaki membesar, pipi yang membesar. Mereka berkata, hamil berapa bulan bu?? kok pucat banget. Saya hanya menjawab dengan senyuman. Sepulang dari pasar saya harus kembali beristirahat supaya tidak demam.

Berangsur-angsur bengkaknya mulai hilang, tetapi dengan demikian terlihat tubuh saya aslinya tanpa bengkak itu hanyalah seperti tulang-belulang saja. Berat badan saya turun drastis 9 kg dari sebelum sakit dan hanya tinggal 38 kg. Kemudian selang tidak berapa lama, rambut saya mulai rontok hebat tanpa bisa dicegah. Setiap pagi di atas bantal saya banyak sekali ditemukan rambut yang rontok sehingga benar-benar saya takut kalau sampai botak.

Waktu terus berlalu kekuatan tubuh saya mulai pulih kembali, namun diikuti dengan kondisi kerontokan dan berat badan yang sangat rendah membuat saya bingung seakan-akan selesai masalah satu tetapi timbul masalah lain. Di tengah kebingungan itulah, kami selalu diingatkan untuk tetap percaya bahwa mujizat Tuhan pasti akan terjadi tepat pada waktuNya. Saya pun tidak lagi memperhatikan penyakit saya, tetapi saya fokus melakukan aktivitas yang bisa saya kerjakan sebisa saya sesuai kemampuan kekuatan tubuh saya.

Tanpa terasa, tepat 1 tahun kemudian saya baru menyadari bahwa kondisi saya sudah pulih seperti dahulu. Perut, kaki, pipi, rambut yang dahulu rontok Tuhan sudah gantikan dengan yang baru. Bahkan dahulu saya punya rambut yang kaku dan saya menginginkan rambut yang lembut, itu Tuhan berikan sesuai keinginan saya. Rambut saya diganti Tuhan dengan yang baru dan lembut, sangat berbeda dari saat sebelum sakit.

Saya sudah sembuh sempurna, terpujilah nama Tuhan Yesus. Tidak pernah Tuhan mengingkari janji-Nya dan mujizat-Nya selalu terjadi tepat pada waktu-Nya dan tidak pernah dibiarkan anak2 Nya yang percaya dan berharap kepadaNya. Amin

Minggu, 10 Mei 2015

MY DADDY GOD.......IS OUR HEALER

Perkenalkan nama saya, Didiek Hardiyanto Soegiantoro. 
Pada tahun 1999 saya menikah dengan Yulia Pattie Kristanto dan kami dipercayakan Tuhan dengan kedua anak yang luar biasa mengasihi dan dicintai Tuhan, Holy Rhema Soegiantoro dan Gregory Hope Soegiantoro. Meskipun secara medis kami berdua divonis mandul, tetapi mereka inilah anak-anak Tuhan yang dipercayakan kepada kami, seperti ada dalam kesaksian istri saya.
Pada tanggal 23 Oktober 2005, saat itu kami merayakan ulang tahun yang kedua dari anak kami, Gregory. Kami membawa kedua anak kami untuk makan siang diluar rumah, di tempat yang makanannya dia sukai. Pada saat kami tengah makan bersama, tiba-tiba dia mengeluh sakit di bagian bawah perutnya. Saya pikir dia sakit perut biasa, tetapi tidak lama kemudian dia mulai muntah-muntah sambil menangis karena kesakitan. Saya memeriksa bagian perutnya dan ternyata di bagian bawah perut yang dia tunjukkan sebagai penyebab rasa sakitnya, saya menemukan sebuah tonjolan yang cukup besar dan keras; besarnya seperti setengah butir telor ayam. Memang sejak dia berumur setahun, ada gejala hernia yang terlihat, dimana kantung skrotumnya membesar akibat usus yang masuk ke dalamnya. Tetapi selama ini kami pikir tidak apa-apa karena tidak pernah ada keluhan atas hal tersebut.

Kegembiraan kami sekeluarga siang hari itu langsung berubah menjadi kepanikan dan kebingungan, sebab kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan. Kami mencoba mengurangi benjolan tersebut dengan cara ditekan pelan, namun itu menambah rasa sakitnya dan dia tidak mau hal itu kami lakukan. Kami coba mengompres dengan air hangat juga tidak membuahkan hasil. Gregory masih saja tetap muntah dan merintih kesakitan. Berbagai obat penghilang sakit dan anti muntah saya berikan kepadanya, namun tidak sampai lima menit keluar lagi. Kami menghitung jumlah yang dia muntahkan selalu lebih banyak daripada yang dia minum. Meskipun dia merasa haus dan ingin minum, tetapi setiap kali dia minum, sesedikit apapun pasti segera muntah kembali dan yang dimuntahkan selalu lebih banyak. Kami sangat bingung sebab dia masih terus muntah dan tidak ada tanda-tanda semakin membaik, bahkan sebaliknya. Gregory tetap saja muntah-muntah setiap 10-15 menit sekali dan bahkan telah menunjukkan gejala dehidrasi. Kondisinya semakin lemah dan kami sungguh sangat tidak tega mendengar rintihan kesakitannya.

Kemudian saya mulai menghubungi teman-teman dokter dan mengkonsultasikan permasalahan yang saya hadapi. Dokter menyatakan bahwa usus yang terjepit keluar harus dilakukan tindakan operasi secepat mungkin sebelum 24 jam untuk mengembalikan jaringan usus yang terjepit agar terhindari dari resiko nekrosis (jaringan usus yang mati) dan ganggren yang menyebabkan ususnya harus dipotong. Saya pun tidak puas dengan penjelasan satu orang dokter, sehingga saya bertanya kepada dokter yang lain. Tetapi semuanya menyarankan hal yang sama, yaitu operasi secepat mungkin atau terlambat dan usus harus dipotong.
Setelah mendengar rekomendasi tersebut, kami menghubungi sebuah rumah sakit terbesar di Jogja dengan fasilitas ruang operasi dan recovery yang paling baik untuk meminta persiapan operasi buat Gregory. Bahkan saya pun telah menentukan dan menghubungi dokter bedah, dokter anestesi, dan dokter anak yang akan menangani tindakan malam itu.

Menjelang tengah malam, setelah semua dokter dan kamar sudah siap untuk melakukan tindakan operasi serta kami pun sudah berkemas dengan segala keperluan selama berada di rumah sakit; maka sesaat sebelum meninggalkan rumah, tiba-tiba Tuhan mengingatkan istri saya untuk berdoa. Memang kepanikan dan kebingungan kami membuat kami “lupa” kalau Tuhan ada seperti halnya murid-murid Yesus yang panik dan bingung saat perahu mereka hampir tenggelam tanpa menyadari bahwa saat itu Yesus ada bersama mereka. Kami tersadarkan akan kebodohan kami, dan sebelum berdoa kami menelepon teman doa yang ada di Parakan untuk meminta peneguhan terhadap apa yang akan Tuhan sampaikan. Selama ini kami percaya bahwa Tuhan sanggup menyembuhkan seseorang melalui dokter dan obat. Kami belum pernah mengalami dan membuktikan mujizat kesembuhan ilahi terjadi atas hidup kami. Setelah menutup telepon, kami pun segera berdoa dan menghampiri-NYA dengan hati yang sangat hancur. Saat itu Gregory yang sudah sangat lemah ada dalam gendongan istri dan saya pun memeluknya sambil kami meneteskan air mata kepedihan, sebab kami bisa merasakan penderitaan yang dia alami. Saat kami ada dalam hadirat Tuhan, dengan jelas Tuhan berkata,
”Apakah engkau percaya kepada-KU?”
Kami bertanya tentang dokter dan rumah sakit yang kami pilih sudah tepat atau belum, tetapi Tuhan hanya berkata itu. Sampai tiga kali kami tanyakan dan perkataan Tuhan tetap sama. Saat itu kami tahu bahwa Tuhan menyerahkan keputusan itu kembali kepada kami. DIA tidak melarang kami namun DIA juga tidak menyarankan kami.

Tak berselang lama kemudian teman kami menelepon dan dia berkata,
”Aneh ya....koq Tuhan hanya berbicara singkat, ‘kuasa-KU tetap sama dari dulu, sekarang dan selamanya. Apakah kamu percaya kepada-KU?’ itu saja jawaban Tuhan”
Akhirnya kami berdua dengan bulat hati memutuskan untuk mengambil pilihan untuk percaya kepada mujizat kesembuhan, meskipun kami tahu bahwa itu sangat beresiko terhadap kehidupan Gregory mengingat pengalaman kami dalam kesembuhan ilahi tidak ada sama sekali. Apalagi latar belakang saya yang mengandalkan logika serta pengetahuan dalam bidang kesehatan yang tidak mendukung keputusan ini. Kami berdua berdoa kembali dan berkata,
“Bapa, inilah keputusan kami, bahwa kami mau belajar percaya akan kuasa-MU. Oleh sebab itu berilah iman kepada kami dan ajari kami untuk percaya.”

Setelah selesai berdoa, saya langsung menghubungi rumah sakit, dokter anak, dokter bedah, dan dokter anestesi yang sudah menunggu kami. Saya meminta maaf kepada mereka dan saya katakan bahwa kami tidak jadi kesana sebab anak kami sudah sembuh. Kemudian kami juga memberi kabar kedua orangtua kami tentang kondisi yang dialami Gregory dan keputusan yang kami buat untuk mempercayakan kesembuhannya kepada Tuhan, dengan demikian kami juga berharap mendapatkan dukungan doa dari mereka.

Kesembuhan yang sangat kami nantikan tidak terjadi seketika itu. Sepanjang malam Gregory terus muntah dan kondisinya semakin memburuk. Kami berdua tidak tidur semalaman karena menjaga Greg dan terus membersihkan muntahannya. Menjelang tengah malam, tiba-tiba Tuhan dengan sangat jelas memberikan gambaran jika malam itu kami membawa Gregory ke rumah sakit, kemudian tidak berapa lama dia akan ditangani di UGD, dipasang infus, diambil darahnya, dan setelah selesai diperiksa dia akan dipindahkan ke dalam ruang operasi. Gambaran itu begitu kuat menunjukkan saat berada di kamar operasi kami melihat melalui layar televisi di ruang tunggu yang dipisahkan dengan sebuah kaca, dimana Gregory terbaring di atas meja operasi dan para dokter mengelilingi meja operasi, sedangkan kami hanya bisa menonton dan tidak bisa berbuat apa-apa. Saat itu Tuhan berbicara dengan suara-NYA yang lembut,
“Lihatlah! Apakah bedanya kamu serahkan anakmu ke tangan dokter di atas meja operasi itu dibandingkan kamu serahkan dia ke dalam tangan-KU? Bukankah keduanya itu sama-sama kamu tidak bisa berbuat apa-apa? Tahukah kamu bahwa AKU-lah Dokter yang menciptakan kamu dan anakmu juga?”
Saat itu saya berkata,
”Benar, BAPA, ijinkanlah saya memiliki iman dan belajar untuk menyerahkan semuanya ini kepada-MU”
Saya pun menceritakan kepada istri tentang penyataan yang Tuhan sampaikan. Tetapi setelah Tuhan berbicara itupun sepanjang malam itu kondisinya semakin memburuk.

Keesokan harinya Gregory masih tetap saja muntah bahkan seluruh isi cairan dalam lambung dan ususnya sudah mulai terkuras habis. Tetapi setelah melewati batas waktu 24 jam tetap tidak ada tanda-tanda kesembuhan. Pada sore hari itu Gregory sudah menunjukkan gejala dehidrasi parah, matanya sayu, hanya sebentar dia membuka mata dan setelah itu menutup kembali, tidak ada tenaga bahkan hanya untuk menggerakkan tangannya. Hanya gerakan di dadanya yang menunjukkan bahwa dia masih bernapas............hanya itu

Pada saat kritis seperti itu, tiba-tiba orangtua istri saya menelepon dan menanyakan kondisi cucunya. Kami menceritakan keadaannya saat itu dan dengan mendesak mereka minta kami untuk segera membawa Gregory ke rumah sakit agar nyawanya dapat tertolong. Saat itu istri saya menjawab mereka,
“Maaf, mah....Maaf, pah......Keputusan kami sudah bulat untuk percaya hanya kepada Tuhan”
Kemudian dalam keputusasaannya, mereka berkata,
“Jika Tuhan tidak memberikan kesembuhan sebagaimana yang kamu harapkan, dan akhirnya Gregory sampai meninggal dunia. Apakah kamu akan kecewa kepada Tuhan?”
Istri saya menjawab,
“Tidak.....sama sekali tidak......sebab Tuhan yang memberikan Gregory.....dan jika Tuhan mau mengambilnya lagi....silahkan.... kami tidak akan kecewa dan marah kepada Tuhan.”
Lalu merekapun hanya bisa memberikan semangat kepada kami.
Setelah telepon itu ditutup, pikiran saya dipenuhi dengan rekaman-rekaman peristiwa dari Gregory, mulai dari bayi sampai usianya yang masih 2 tahun itu. Bagaimana dia bermain, berlari, bernyanyi, dan keceriaannya membuat suasana keluarga berbeda dengan kehadirannya. Gambaran-gambaran ini mulai melemahkan iman saya.

Pada saat iman saya mulai kritis, Tuhan tahu dan DIA mempertontonkan “video” di hadapan saya tentang Abraham diminta untuk mempersembahkan Ishak sebagai korban bakaran. Dan Tuhan berkata,
“Kaulihat, itu! AKU tidak menyediakan domba saat Abraham bersiap-siap berangkat dari rumahnya..............AKU tidak memberi domba saat Abraham meninggalkan bujangnya dan menaruh kayu bakaran itu di pundak anaknya...........AKU tidak sediakan hewan itu saat mereka sampai di gunung itu...........AKU-pun tidak memberi domba saat mezbah itu selesai dibangun...........AKU tidak berikan domba saat Abraham mengikat Ishak di atas mezbah...........TETAPI....saat Abraham mengulurkan tangannya untuk menyembelih Ishak, saat itulah AKU berikan domba jantan.”
Saat tengah malam......kami berdua sudah tidak kuat lagi menahan kelelahan tubuh ini .........kami berdua terlelap

Saat dini hari berikutnya sekitar jam 4 pagi. Tiba-tiba saya mendengar suara Gregory yang bernyanyi-nyanyi dan melompat-lompat dengan sangat gembira. Saya menduga ini efek halusinasi atau saya diberi kesempatan mendengar sukacita Gregory bersama Tuhan di Firdaus. Tetapi suara itu semakin jelas dan saya semakin tersadarkan bahwa ini bukan halusinasi atau penglihatan supranatural. Saya membuka mata saya dan apa yang saya lihat bukanlah halusinasi atau mimpi. Saya melihat dan mendengar Gregory melompat-lompat dan berlari-lari di atas tempat tidur sambil bernyanyi dengan gembira “Tuhan Yesus tidak berubah”, sebuah nyanyian lama yang saya yakin sudah tidak pernah diajarkan dan diperdengarkan di sekolah minggu maupun di gereja. Pagi hari itu Gregory langsung minta minum dan makan, dan tidak ada nekrosis ataupun ganggren seperti yang disebutkan secara medis terjadi pada ususnya, semuanya normal.

Mujizat sudah terjadi....dan benar-benar terjadi...... Kami menerima apa yang dijanjikan Tuhan......kesembuhan ilahi itu benar-benar ada dan masih berlangsung sampai saat ini........dan selamanya

Jumat, 01 Mei 2015

FAITH.......IS ALL THINGS FOR OUR FUTURE

Perkenalkan diri saya, Yulia Pattie, tahun ini (2013) berusia 35th. 
Pada tahun 1999 saya menikah dengan pria yang secara khusus dipilih Tuhan sebagai suami saya, yaitu Didiek Hardiyanto, sebab untuk hal itu saya telah meminta dan Tuhan menunjukkan dan menjawab dengan jelas dan pasti. Demikian pula sebaliknya, suami saya pun mendapatkan petunjuk langsung dan tanda dari Tuhan tentang diri saya sebagai istrinya. Karena kami berdua dipersatukan oleh Tuhan melalui sebuah keputusan ilahi dengan berbagai petunjuk dan tanda yang diberikanNYA, maka kami tahu bahwa Allah memiliki rencana dan program atas kami berdua.

Pada tahun 2008 saya mengalami kesakitan yang luar biasa saat menstruasi, memang sejak sebelum menikah, setiap kali menstruasi saya selalu kesakitan, kadang disertai muntah-muntah dan keringat dingin. Namun saat itu kesakitan yang saya rasakan semakin meningkat dan sudah tidak tertahankan lagi.
Oleh sebab itu saya memeriksakan diri ke salah seorang dokter kandungan dan setelah dilakukan pemeriksaan USG transvaginal, saya dinyatakan menderita endometriosis berat (stadium 4) sebab sudah menyebar sampai kedua saluran tuba dan kedua ovarium. Endometriosis adalah jaringan endometrium yang secara normal seharusnya tumbuh melapisi dinding rahim untuk menerima embrio yang telah dibuahi, namun endometrium ini tumbuh di luar rahim sehingga menimbulkan rasa sakit saat menstruasi. Selain itu, dokter menemukan bahwa rahim saya letaknya terbalik (terpelintir) dan saluran tuba falopii bengkok. Dokter menyarankan agar saya segera menjalankan pengobatan hormonal untuk menekan pertumbuhan endometriosis tersebut.

Dokter kandungan yang memeriksa saya menyatakan bahwa melihat kondisi keparahan dari endometriosis dan letak rahim tersebut, dapat dipastikan bahwa endometriosis itu sudah terjadi sejak saya masih remaja.
Oleh sebab itu dokter bertanya, “Apakah Anda sudah punya anak?”
Saya jawab, “Sudah, dok.”
Dokter terkejut mendengar jawaban saya, dan kemudian untuk memastikan kembali saya menjawab dengan benar, maka dokter mengulangi pertanyaannya dengan pertanyaan yang berbeda. Dia bertanya, “Apakah anak Anda laki-laki atau perempuan?”
Jawab saya, “Keduanya, dok. Anak pertama saya perempuan namanya Holy dan anak kedua laki-laki namanya Gregory.”
Dokter kembali heran dengan jawaban saya dan dengan raut muka tidak percaya dia menjelaskan bahwa seharusnya saya tidak bisa punya anak sama sekali.

Dokter bertambah heran ketika saya menceritakan tentang vericocle yang diderita suami saya lebih dari 5 tahun sebelum itu. Vericocle adalah varises atau sumbatan pembuluh darah yang menuju testis sehingga mengakibatkan kegagalan untuk menghasilkan sperma yang sehat dalam jumlah yang cukup untuk membuahi sel telur. Dalam kasus ini suami saya menderita vericocle di sebelah kanan sehingga testis kanan mengecil dan hasil pemeriksaan sperma menunjukkan tidak ada sperma yang matang dan sehat. Meskipun dulu pernah dioperasi namun tidak bisa mengembalikan kesuburannya, dan beberapa saat kemudian kambuh lagi.

Menurut pandangan medis, dokter kandungan itu menjelaskan bahwa endometriosis saat ini merupakan penyebab utama pasangan suami-istri gagal memperoleh keturunan. Kelainan posisi rahim dan saluran tuba falopii juga merupakan penyebab kegagalan kehamilan karena tidak mungkin terjadi pembuahan jika saluran tuba membengkok dan rahim yang terpelintir tidak mungkin menerima embrio tetapi akan memuntahkannya keluar rahim.
Jadi saat itu dokter kami sangat terheran-heran dengan adanya kedua anak kami sebab secara medis bagi kami berdua (bukan hanya salah satu) sudah divonis dengan “mandul”

Sepulang dari dokter kandungan, kami berdoa dan mengucap syukur buat mujizat yang tanpa kami sadari sebelumnya ternyata sudah terjadi dalam hidup kami. Oleh sebab itu setiap kali saat kami berdoa buat keluarga, TUHAN selalu berkata,
“Kedua anakmu bukanlah milikmu, tetapi milik-KU yang AKU titipkan kepadamu. Didiklah dan ajarkanlah kepada mereka jalan-jalan-KU serta mengenal-KU yang adalah BAPA mereka sebab mereka bukan berasal darimu. AKU akan memakai mereka, yang adalah anak-KU, untuk melakukan perkara-perkara besar, untuk menggenapi rencana-KU atas dunia ini”
Betapa bersukacitanya kami, begitu TUHAN mempercayakan kepada kami untuk membesarkan kedua anak yang luar biasa, yang berasal dari TUHAN sendiri dan mereka begitu dicintai BAPA.

Kami tidak pernah berobat atau melakukan berbagai terapi untuk mendapatkan anak, bahkan kami tidak menyadari kalau ternyata kami ada masalah reproduksi. Tetapi kenyataan inilah yang kami ketahui, bahwa ketika TUHAN mempersatukan kami berdua secara supranatural, maka DIA punya rencana atas kami berdua. Seperti halnya TUHAN mempersatukan Maria dengan Yusuf secara supranatural untuk dipercaya melahirkan Yesus serta mendidik dan membesarkan-NYA; demikian pula kami dipercaya untuk melahirkan, mendidik, dan membesarkan kedua anak kami yang sebenarnya bukan anak kami secara jasmani.  Jika Abraham dan Sara memiliki seorang anak dari TUHAN pada masa tuanya, maka kami berdua memiliki dua orang anak dari TUHAN pada masa muda kami.

Apa yang mustahil bagi dunia ini, tidak mustahil bagi Allah kita. Percayalah bahwa tidak ada sesuatu yang mustahil dan sulit untuk Allah lakukan bagi anak-anak-NYA yang mau dekat dan selalu menyenangkan DIA. Sebab DIA yang adalah setia, akan memberikan segala sesuatu yang kita inginkan, bahkan segala hal terbaik yang belum kita pikirkan itu akan diberikan kepada kita.


1Korintus 2:9
Tetapi seperti ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.”

Rabu, 06 Agustus 2014

JEHOVA JIREH...... TUHAN yang menyediakan



Ketika kami mulai dalam perjumpaan pribadi dengan Tuhan, berjalan dalam keintiman dengan Bapa, maka satu hal yang Tuhan minta adalah menjadikan DIA sebagai pusat segala-galanya dalam hidup kami dan tidak ada yang lain. Pada awalnya kami masih belum tahu bagaimana hal itu dipraktekkan sehari-hari. Beberapa kali Tuhan beri peringatan agar saya menngandalkan DIA sepenuhnya, tetapi saya tidak bisa memahami apa yang dimaksudkan itu. Saya berpikir saya sudah mengandalkan Tuhan, meskipun Tuhan berkata saya mengandalkan pekerjaan yang saya kerjakan dengan susah-payah dan keuangan yang dihasilkan dari kerja keras tersebut. Kebodohan saya membawa akibat yang mengerikan dalam kehidupan keluarga kami pada tahun 2006. Setiap usaha dan pekerjaan yang kami lakukan seketika mengalami kemunduran dengan sangat cepat dan dalam hitungan bulan tabungan kami sudah terkuras dan keluarga kami ada dalam kondisi keuangan yang memprihatinkan. Saat itu anak pertama kami, Holy Rhema Soegiantoro, akan masuk Sekolah Dasar dan kami berjuang keras untuk mendapatkan keringanan semaksimal mungkin. Pimpinan sekolah menetapkan angka 3 juta sebagai batas terakhir yang harus kami pilih, menyetujuinya atau mencari sekolah lain. Akhirnya saya menyetujuinya dengan berat hati dan kami ajukan permintaan bahwa biaya itu akan kami bayar bukan dalam tempo 3 bulan, tetapi kami angsur maksimal sebelum anak kami naik kelas 2 alias selama 1 tahun.
Kami menyadari kesalahan itu dan minta belas kasihan Tuhan, namun jawaban Tuhan tidak terjadi seketika itu. Proses bayar harga dan ujian harus kami lalui selama 3 tahun dimana benar-benar kami harus memperhitungkan setiap kebutuhan yang benar-benar mendesak, seluruh tabungan kami habis untuk hidup kami selama itu. Tetapi kami tetap setia dan percaya bahwa Tuhan mampu memelihara kami. Tuhan akhirnya membuat kami untuk belajar mengelola sendiri apotek kami tanpa bantuan orang lain sehingga dari situlah kami bisa melihat besarnya berkat Tuhan yang kami sia-siakan selama ini. Proses pemulihan terus berjalan dan pelahan-lahan kami mulai dapat memperbaiki kehidupan kami meskipun belum mencapai tahap optimal. Sejak ekonomi kami membaik, kami mulai berdoa untuk kehidupan kami dipulihkan secara sempurna mengingat sampai saat itupun kami belum dapat menabung untuk kedua anak kami. Saat itu juga kami mengajukan keinginan kami untuk mengganti mobil kami dengan yang lebih baru serta merenovasi apotek dan rumah kami. Saya sempat terlintas dalam hati keinginan untuk sebuah mobil yang ternyata saya ketahui dalam sebuah pameran bahwa mobil itu termasuk mobil mewah sehingga harganya sudah lebih dari 300 juta. Saya berusaha mengubur keinginan itu karena saya tahu bahwa hal itu mustahil bagi keluarga kami bagaimanapun caranya, termasuk kredit. Setelah itu saya mencoba menghubungi beberapa kontraktor untuk renovasi apotek dan rumah kami. Kami berusaha meminimalkan kebutuhan bagi apotek dan rumah kami, dengan harapan agar biaya yang akan diberikan tidak terlalu tinggi. Akan tetapi setelah melihat semua kontraktor yang mengajukan biaya renovasi selalu diatas 2,5 juta per m2 yang berarti bahwa renovasi ini yang paling minimal membutuhkan biaya 300juta. Oleh sebab itu kami pun mundur teratur.
Selama tahun-tahun kekelaman itulah, saat kami mengadakan mezbah keluarga setiap malam, Tuhan selalu katakan bahwa kami akan diberikan berkat finansial yang sangat besar. Sampai pada suatu malam, istri saya menyampaikan sebuah usulan bagaimana jika nanti kami mendapatkan janji Tuhan itu, maka mobil kami akan ditukar dengan mobil orangtua istri saya karena kondisinya sangat mengkhawatirkan apalagi untuk dipakai pelayanan ke desa-desa setiap hari. Artinya mobil kami yang kondisinya sangat istimewa akan diberikan kepada Tuhan melalui orangtua istri saya, dan kemudian saya mendapatkan mobil mereka. Saya menyetujuinya dan malam itu kami sekeluarga melakukan nazar di hadapan Tuhan.
Kami pikir bahwa Tuhan akan melakukan sesuai skenario kami, yaitu setelah kami mendapatkan berkat finansial yang Tuhan janjikan itu, lalu kami berikan mobil kami, kemudian sebagai gantinya kami akan mendapat mobil mereka yang akan kami jual dan kami belikan dengan mobil keinginan saya tersebut; lalu setelah itu kami akan memulai renovasi apotek dan rumah kami. Tetapi ternyata Tuhan membuat skenario yang berbeda. Tiba-tiba pada awal bulan April 2009 pagi-pagi hari kami mendapat kabar bahwa orangtua kami mengalami kecelakaan di Jawa Barat. Mereka berdua selamat, namun mobilnya terbalik masuk ke sawah dan kondisinya hancur berantakan. Kami kaget mendengar berita itu dan kami berpikir bahwa skenario yang telah kami buat tidak akan dapat kami jalankan kembali karena tidak ada harapan untuk menjual mobil setelah hancur akibat kecelakaan dengan harga yang pantas.
Beberapa hari kemudian, Tuhan berbicara kepada mama saya dan mengingatkan tentang nazar yang telah kami buat. Tetapi Tuhan inginkan kami untuk melakukan bagian kami terlebih dahulu alias nazar itu dibalik skenarionya, yaitu kami harus menabur dahulu sebelum mendapatkan tuaian janji Tuhan. Pada malam ini kami meminta peneguhan atas apa yang Tuhan nyatakan dan dengan jelas Tuhan kembali nyatakan bahwa DIA inginkan kami menyerahkan mobil kami satu-satunya kepada Tuhan. Pada malam hari itulah kami sekeluarga sepakat, kalau kami harus menabur maka kami yakin dan percaya bahwa kami akan menuai berlipat ganda. Meskipun kami belum melihat pemulihan finansial keluarga kami, namun kami percaya dan kami tidak mau kehilangan kesempatan itu.
Pada hari kepulangan orangtua kami ke rumah, saya dan istri menjemput di bandara dan mengantarkan mereka ke rumah sambil menyerahkan mobil kami beserta seluruh kelengkapannya, STNK dan BPKB nya kepada mereka sambil mengatakan bahwa ini nazar kami, meskipun skenarionya berbeda dari yang kami rencanakan, tetapi Tuhan minta kami melakukan hal ini buat Tuhan melalui mereka. Mereka pun dengan terharu bertanya bagaimana kami sekeluarga kalau mau bepergian, dan kami katakan bahwa kami bisa naik motor atau bis jika perlu.
Selama sebulan lebih, kami tidak memiliki mobil. Setiap kali bepergian, kami naik motor, namun kami sekeluarga tetap bersukacita, bahkan anak-anak kami yang masih kecil-kecil pun tidak protes atau mempertanyakan keputusan kami, malahan mereka ikut menguatkan kami dengan sukacita dan kegembiraan mereka dalam keadaan apapun. Sejak itu tiap malam saat mezbah keluarga, Tuhan mengungkapkan hati-NYA yang senang melihat tindakan kami, karena DIA mengetahui bahwa kami telah mampu mengelola setiap berkat yang dipercayakannya. Tuhan menegaskan bahwa saat kami tahu bahwa semua berkat itu adalah berasal dari Tuhan yang dipercayakan untuk kami kelola, maka saat Tuhan memintanya kembali, tidak akan ada keraguan dan keberatan dari kami untuk melepaskannya.
          Saat itulah penggenapan janji Tuhan mulai tergenapi dalam hidup kami sekeluarga. Rumah yang sudah kami tawarkan untuk dijual maupun disewakan selama 9 tahun, tiba-tiba dengan mudahnya langsung mendapatkan pembeli. Demikian pula dengan rumah-rumah yang menjadi warisan dari mama saya langsung terjual dalam waktu yang sangat singkat. Sehingga dalam waktu beberapa bulan saja, berkat Tuhan yang luar biasa menjadi kenyataan dalam keluarga kami. Mobil yang tidak dapat saya bayangkan dapat menjadi milik kami, bisa kami miliki tanpa kami menjual mobil orangtua dari istri saya. Sedangkan renovasi rumah dan apotek yang tidak kami bayangkan bisa menjadi seperti sekarang, akhirnya menjadi kenyataan dalam kehidupan kami. Semuanya ini kami dapatkan bukan dengan kredit, tetapi lunas terbayarkan sebab Tuhan yang menyediakan bagi kami.