Perkenalkan nama saya, Didiek Hardiyanto Soegiantoro.
Pada tahun 1999
saya menikah dengan Yulia Pattie Kristanto dan kami dipercayakan Tuhan
dengan kedua anak yang luar biasa mengasihi dan dicintai Tuhan, Holy
Rhema Soegiantoro dan Gregory Hope Soegiantoro. Meskipun secara medis
kami berdua divonis mandul, tetapi mereka inilah anak-anak Tuhan yang
dipercayakan kepada kami, seperti ada dalam kesaksian istri saya.
Pada
tanggal 23 Oktober 2005, saat itu kami merayakan ulang tahun yang kedua
dari anak kami, Gregory. Kami membawa kedua anak kami untuk makan siang
diluar rumah, di tempat yang makanannya dia sukai. Pada saat kami
tengah makan bersama, tiba-tiba dia mengeluh sakit di bagian bawah
perutnya. Saya pikir dia sakit perut biasa, tetapi tidak lama kemudian
dia mulai muntah-muntah sambil menangis karena kesakitan. Saya memeriksa
bagian perutnya dan ternyata di bagian bawah perut yang dia tunjukkan
sebagai penyebab rasa sakitnya, saya menemukan sebuah tonjolan yang
cukup besar dan keras; besarnya seperti setengah butir telor ayam.
Memang sejak dia berumur setahun, ada gejala hernia yang terlihat,
dimana kantung skrotumnya membesar akibat usus yang masuk ke dalamnya.
Tetapi selama ini kami pikir tidak apa-apa karena tidak pernah ada
keluhan atas hal tersebut.
Kegembiraan kami sekeluarga
siang hari itu langsung berubah menjadi kepanikan dan kebingungan, sebab
kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan. Kami mencoba mengurangi
benjolan tersebut dengan cara ditekan pelan, namun itu menambah rasa
sakitnya dan dia tidak mau hal itu kami lakukan. Kami coba mengompres
dengan air hangat juga tidak membuahkan hasil. Gregory masih saja tetap
muntah dan merintih kesakitan. Berbagai obat penghilang sakit dan anti
muntah saya berikan kepadanya, namun tidak sampai lima menit keluar
lagi. Kami menghitung jumlah yang dia muntahkan selalu lebih banyak
daripada yang dia minum. Meskipun dia merasa haus dan ingin minum,
tetapi setiap kali dia minum, sesedikit apapun pasti segera muntah
kembali dan yang dimuntahkan selalu lebih banyak. Kami sangat bingung
sebab dia masih terus muntah dan tidak ada tanda-tanda semakin membaik,
bahkan sebaliknya. Gregory tetap saja muntah-muntah setiap 10-15 menit
sekali dan bahkan telah menunjukkan gejala dehidrasi. Kondisinya semakin
lemah dan kami sungguh sangat tidak tega mendengar rintihan
kesakitannya.
Kemudian saya mulai menghubungi teman-teman
dokter dan mengkonsultasikan permasalahan yang saya hadapi. Dokter
menyatakan bahwa usus yang terjepit keluar harus dilakukan tindakan
operasi secepat mungkin sebelum 24 jam untuk mengembalikan jaringan usus
yang terjepit agar terhindari dari resiko nekrosis (jaringan usus yang
mati) dan ganggren yang menyebabkan ususnya harus dipotong. Saya pun
tidak puas dengan penjelasan satu orang dokter, sehingga saya bertanya
kepada dokter yang lain. Tetapi semuanya menyarankan hal yang sama,
yaitu operasi secepat mungkin atau terlambat dan usus harus dipotong.
Setelah
mendengar rekomendasi tersebut, kami menghubungi sebuah rumah sakit
terbesar di Jogja dengan fasilitas ruang operasi dan recovery yang
paling baik untuk meminta persiapan operasi buat Gregory. Bahkan saya
pun telah menentukan dan menghubungi dokter bedah, dokter anestesi, dan
dokter anak yang akan menangani tindakan malam itu.
Menjelang
tengah malam, setelah semua dokter dan kamar sudah siap untuk melakukan
tindakan operasi serta kami pun sudah berkemas dengan segala keperluan
selama berada di rumah sakit; maka sesaat sebelum meninggalkan rumah,
tiba-tiba Tuhan mengingatkan istri saya untuk berdoa. Memang kepanikan
dan kebingungan kami membuat kami “lupa” kalau Tuhan ada seperti halnya
murid-murid Yesus yang panik dan bingung saat perahu mereka hampir
tenggelam tanpa menyadari bahwa saat itu Yesus ada bersama mereka. Kami
tersadarkan akan kebodohan kami, dan sebelum berdoa kami menelepon teman
doa yang ada di Parakan untuk meminta peneguhan terhadap apa yang akan
Tuhan sampaikan. Selama ini kami percaya bahwa Tuhan sanggup
menyembuhkan seseorang melalui dokter dan obat. Kami belum pernah
mengalami dan membuktikan mujizat kesembuhan ilahi terjadi atas hidup
kami. Setelah menutup telepon, kami pun segera berdoa dan
menghampiri-NYA dengan hati yang sangat hancur. Saat itu Gregory yang
sudah sangat lemah ada dalam gendongan istri dan saya pun memeluknya
sambil kami meneteskan air mata kepedihan, sebab kami bisa merasakan
penderitaan yang dia alami. Saat kami ada dalam hadirat Tuhan, dengan
jelas Tuhan berkata,
”Apakah engkau percaya kepada-KU?”
Kami
bertanya tentang dokter dan rumah sakit yang kami pilih sudah tepat
atau belum, tetapi Tuhan hanya berkata itu. Sampai tiga kali kami
tanyakan dan perkataan Tuhan tetap sama. Saat itu kami tahu bahwa Tuhan
menyerahkan keputusan itu kembali kepada kami. DIA tidak melarang kami
namun DIA juga tidak menyarankan kami.
Tak berselang lama kemudian teman kami menelepon dan dia berkata,
”Aneh
ya....koq Tuhan hanya berbicara singkat, ‘kuasa-KU tetap sama dari
dulu, sekarang dan selamanya. Apakah kamu percaya kepada-KU?’ itu saja
jawaban Tuhan”
Akhirnya kami berdua dengan bulat hati memutuskan
untuk mengambil pilihan untuk percaya kepada mujizat kesembuhan,
meskipun kami tahu bahwa itu sangat beresiko terhadap kehidupan Gregory
mengingat pengalaman kami dalam kesembuhan ilahi tidak ada sama sekali.
Apalagi latar belakang saya yang mengandalkan logika serta pengetahuan
dalam bidang kesehatan yang tidak mendukung keputusan ini. Kami berdua
berdoa kembali dan berkata,
“Bapa, inilah keputusan kami, bahwa
kami mau belajar percaya akan kuasa-MU. Oleh sebab itu berilah iman
kepada kami dan ajari kami untuk percaya.”
Setelah selesai
berdoa, saya langsung menghubungi rumah sakit, dokter anak, dokter
bedah, dan dokter anestesi yang sudah menunggu kami. Saya meminta maaf
kepada mereka dan saya katakan bahwa kami tidak jadi kesana sebab anak
kami sudah sembuh. Kemudian kami juga memberi kabar kedua orangtua kami
tentang kondisi yang dialami Gregory dan keputusan yang kami buat untuk
mempercayakan kesembuhannya kepada Tuhan, dengan demikian kami juga
berharap mendapatkan dukungan doa dari mereka.
Kesembuhan
yang sangat kami nantikan tidak terjadi seketika itu. Sepanjang malam
Gregory terus muntah dan kondisinya semakin memburuk. Kami berdua tidak
tidur semalaman karena menjaga Greg dan terus membersihkan muntahannya.
Menjelang tengah malam, tiba-tiba Tuhan dengan sangat jelas memberikan
gambaran jika malam itu kami membawa Gregory ke rumah sakit, kemudian
tidak berapa lama dia akan ditangani di UGD, dipasang infus, diambil
darahnya, dan setelah selesai diperiksa dia akan dipindahkan ke dalam
ruang operasi. Gambaran itu begitu kuat menunjukkan saat berada di kamar
operasi kami melihat melalui layar televisi di ruang tunggu yang
dipisahkan dengan sebuah kaca, dimana Gregory terbaring di atas meja
operasi dan para dokter mengelilingi meja operasi, sedangkan kami hanya
bisa menonton dan tidak bisa berbuat apa-apa. Saat itu Tuhan berbicara
dengan suara-NYA yang lembut,
“Lihatlah! Apakah bedanya kamu
serahkan anakmu ke tangan dokter di atas meja operasi itu dibandingkan
kamu serahkan dia ke dalam tangan-KU? Bukankah keduanya itu sama-sama
kamu tidak bisa berbuat apa-apa? Tahukah kamu bahwa AKU-lah Dokter yang
menciptakan kamu dan anakmu juga?”
Saat itu saya berkata,
”Benar, BAPA, ijinkanlah saya memiliki iman dan belajar untuk menyerahkan semuanya ini kepada-MU”
Saya
pun menceritakan kepada istri tentang penyataan yang Tuhan sampaikan.
Tetapi setelah Tuhan berbicara itupun sepanjang malam itu kondisinya
semakin memburuk.
Keesokan harinya Gregory masih tetap
saja muntah bahkan seluruh isi cairan dalam lambung dan ususnya sudah
mulai terkuras habis. Tetapi setelah melewati batas waktu 24 jam tetap
tidak ada tanda-tanda kesembuhan. Pada sore hari itu Gregory sudah
menunjukkan gejala dehidrasi parah, matanya sayu, hanya sebentar dia
membuka mata dan setelah itu menutup kembali, tidak ada tenaga bahkan
hanya untuk menggerakkan tangannya. Hanya gerakan di dadanya yang
menunjukkan bahwa dia masih bernapas............hanya itu
Pada
saat kritis seperti itu, tiba-tiba orangtua istri saya menelepon dan
menanyakan kondisi cucunya. Kami menceritakan keadaannya saat itu dan
dengan mendesak mereka minta kami untuk segera membawa Gregory ke rumah
sakit agar nyawanya dapat tertolong. Saat itu istri saya menjawab
mereka,
“Maaf, mah....Maaf, pah......Keputusan kami sudah bulat untuk percaya hanya kepada Tuhan”
Kemudian dalam keputusasaannya, mereka berkata,
“Jika
Tuhan tidak memberikan kesembuhan sebagaimana yang kamu harapkan, dan
akhirnya Gregory sampai meninggal dunia. Apakah kamu akan kecewa kepada
Tuhan?”
Istri saya menjawab,
“Tidak.....sama sekali
tidak......sebab Tuhan yang memberikan Gregory.....dan jika Tuhan mau
mengambilnya lagi....silahkan.... kami tidak akan kecewa dan marah
kepada Tuhan.”
Lalu merekapun hanya bisa memberikan semangat kepada kami.
Setelah
telepon itu ditutup, pikiran saya dipenuhi dengan rekaman-rekaman
peristiwa dari Gregory, mulai dari bayi sampai usianya yang masih 2
tahun itu. Bagaimana dia bermain, berlari, bernyanyi, dan keceriaannya
membuat suasana keluarga berbeda dengan kehadirannya. Gambaran-gambaran
ini mulai melemahkan iman saya.
Pada saat iman saya mulai
kritis, Tuhan tahu dan DIA mempertontonkan “video” di hadapan saya
tentang Abraham diminta untuk mempersembahkan Ishak sebagai korban
bakaran. Dan Tuhan berkata,
“Kaulihat, itu! AKU tidak menyediakan
domba saat Abraham bersiap-siap berangkat dari rumahnya..............AKU
tidak memberi domba saat Abraham meninggalkan bujangnya dan menaruh
kayu bakaran itu di pundak anaknya...........AKU tidak sediakan hewan
itu saat mereka sampai di gunung itu...........AKU-pun tidak memberi
domba saat mezbah itu selesai dibangun...........AKU tidak berikan domba
saat Abraham mengikat Ishak di atas mezbah...........TETAPI....saat
Abraham mengulurkan tangannya untuk menyembelih Ishak, saat itulah AKU
berikan domba jantan.”
Saat tengah malam......kami berdua sudah tidak kuat lagi menahan kelelahan tubuh ini .........kami berdua terlelap
Saat
dini hari berikutnya sekitar jam 4 pagi. Tiba-tiba saya mendengar suara
Gregory yang bernyanyi-nyanyi dan melompat-lompat dengan sangat
gembira. Saya menduga ini efek halusinasi atau saya diberi kesempatan
mendengar sukacita Gregory bersama Tuhan di Firdaus. Tetapi suara itu
semakin jelas dan saya semakin tersadarkan bahwa ini bukan halusinasi
atau penglihatan supranatural. Saya membuka mata saya dan apa yang saya
lihat bukanlah halusinasi atau mimpi. Saya melihat dan mendengar Gregory
melompat-lompat dan berlari-lari di atas tempat tidur sambil bernyanyi
dengan gembira “Tuhan Yesus tidak berubah”, sebuah nyanyian lama yang
saya yakin sudah tidak pernah diajarkan dan diperdengarkan di sekolah
minggu maupun di gereja. Pagi hari itu Gregory langsung minta minum dan
makan, dan tidak ada nekrosis ataupun ganggren seperti yang disebutkan
secara medis terjadi pada ususnya, semuanya normal.
Mujizat
sudah terjadi....dan benar-benar terjadi...... Kami menerima apa yang
dijanjikan Tuhan......kesembuhan ilahi itu benar-benar ada dan masih
berlangsung sampai saat ini........dan selamanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar